Sejujurnya saya tertarik membeli novel ini karena membaca tanggapan dari penulis Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, dan Edensor diatas. Dan ternyata keputusan saya untuk membeli novel karya Leny Helena ini tidaklah salah. Novel ini memang benar-benar memikat, sarat pesan dan kaya makna.
Kisah di novel ini dibuka dengan penggambaran peranan naga dalam masyarakat Tionghoa. Naga dalam masyarakat Tionghoa selain berarti identitas juga merupakan pelindung sekaligus pembawa bencana yang harus diperlakukan secara arif. Diceritakan semenjak dinasti Han (300 SM) naga dijadikan lambang kekaisaran sebagai kekuasaan yang absolut dari seorang kaisar, bahkan kaisar-kaisar Cina dipercaya sebagai keturunan langsung dari naga. Ada empat sungai besar di Cina berasal dari empat naga berhati mulia yang ingin menyelamatkan manusia dari kelaparan karena kekeringan. Hujan tak kunjung turun, membuat keempat naga tersebut mengupayakan berbagai cara agar segera turun hujan. Namun setelah hujan turun, seorang Kaisar bernama Kumala murka, karena naga-naga tersebut tidak mendapat izin untuk menurunkan hujan ke muka bumi. Lalu, kepada dewa gunung kaisar Kumala meminta agar dewa gunung agar mencari empat gunung untuk memenjarakan keempat naga itu ke dalam perutnya. Keempat naga lalu mengubah diri mereka menjadi sungai yang mengalir dari ketinggian gunung ke arah lembah menuju arah timur dan akhirnya bermuara ke laut. Sejak itu, masyarakat Cina sering menyebut diri mereka sebagai keturunan naga.
Leny Helena juga tidak lupa menuliskan betapa Giok begitu berarti dibandingan dengan emas bagi masyarakat Cina seperti yang tertuang dalam salah satu halaman di novel ini "Emas memang berharga, tapi Giok tak terkira nilainya. Karena Giok laksana hikmat. Kecemerlangan dan kehalusannya melambangkan kemurnian yang utuh. Kesempurnaan struktur dan isi melambangkan kepastian dari pengetahuan; Sisi-sisinya yang tak terpahat, walaupun tajam, mewakili keadilan. Bunyi dentingannya yang bening dan panjang bergema menciptakan gita. Warnanya adalah kesetiaan; Guratan-guratannya bukanlah cela, ia hanya menuntut kejujuran; Pelangi yang dipantulkan membuat kita seakan memandang surga; Terlahir dari gunung dan air, ia adalah bumi; Ia adalah kesucian, dan penghargaan yang diberikan dunia merupakan kebenaran."
Cerita kemudian beralih ke tahun 1723. Dikisahkan Kaisar Jia Shi memiliki selir kesayangan yang bernama Lu Shan. Karena kecantikan dan pesonanya Lu Shan kemudian dipanggil Yang Kuei Fei (seorang selir legendaris yang pernah hidup tahun 700-an). Yang Kuei Fei yang merupakan selir kesayangan kaisar kemudian dihadiahi sepasang delang yang terbuat dari giok dengan hiasan naga emas di dalamnya.Masih pada tahun yang sama, Kaisar Jia Shi berencana memperluas daerah kekuasaannya hingga ke Korea. Rencana ini didukung oleh beberapa menteri dan jenderal, namun beberapa menteri lainnya menentang keinginan sang Kaisar karena mereka menganggap situasi di dalam negeri banyak yang masih harus dibenahi. Kasim Fu termasuk petinggi istana yang menentang rencana kaisar. Untuk itu ia membujuk Yang Kuei Fei untuk memata-matai dan membujuk Kaisar untuk membatalkan niatnya.
Namun malang, sebelum berhasil membujuk kaisar untuk membatalkan niatnya. Kaisar lebih dulu terbunuh karena diracun oleh seseorang. Karena takut dituduh sebagai pembunuh kaisar, Yang Kuei Fei yang saat itu sedang mengandung anak kaisar kemudian melarikan diri bersama Kasim Fu dengan membawa perhiasan miliknya termasuk Gelang Giok Naga pemberian sang kaisar.
Kisah lalu beralih ke tahun 1935. Dikisahkan gadis benama A Sui yang hendak dikawinkan dengan Kian Li yang merupakan pengusaha Cina di Batavia. Ditempat yang lain di Batavia, gadis lain yang bernama A Lin dijual oleh orang tuanya untuk dijadikan wanita penghibur. A Lin kemudian menjadi Nyai bagi seorang meneer Belanda yang bernama Cornel van der Beek dan memiliki anak kembar. Dan seperti umumnya Nyai, A Lin pun kemudian ditinggalkan oleh meneernya (sebuah fakta yang menarik, ternyata tidak semua Nyai orang pribumi). A Lin kemudian memutuskan untuk menikah dengan seorang Loi Kun dan menjadi pengusaha yang tersohor.
Berbeda dengan A Lin, kehidupan A Siu di Batavia tak berlangsung mulus, setelah kematian suaminya, A Siu hidup menderita dengan ketujuh anak-anaknya. Untuk menyambung hidupnya A Siu menggadaikan gelang giok naga pemberian ibunya pada salah seorang wanita Cina kaya di batavia. Dan wanita itu adalah A Lin.
A Lin dan A Sui tampaknya sudah ditakdirkan untuk tidak bisa akur, atau dalam istilah Cinanya mereka berdua itu Ciong. Oleh karena itu ketika Bun Kun (putra A Lin) menghamili dan akhirnya menikahi Sui Giok (putri A Sui) mereka tetap tidak bertegur sapa. Bahkan untuk mengetahui keberadaan gelang giok miliknya yang telah digadaikan, A Sui lebih memilih untuk meminta tolong kepada Swanlin (cucunya hasil pernikahan Sui Giok dan Bun Kun) memberitahunya jika melihat gelang tersebut daripada bertanya langsung ke A Lin.
Cerita kemudian beralih ke kehidupan Swanlin, mulai dari Swanlin kecil yang suka dikatai dengan sebutan rasialis yaitu 'Cina Celeng'. Sampai Swanlin dewasa yang memiliki pergaulan yang luas, aktif dalam kegiatan kampus, dan akhirnya menikah dengan pribumi. Sesekali A Sui dan A Lin juga masih muncul dalam mengiringi perjalanan Swanlin. Kisah dalam novel ini kemudian terus berlanjut dengan 3 wanita diatas (A Lin, A Sui, dan Swan Lin) sebagai tokohnya dan diakhiri dengan ending yang mengejutkan dan sangat menyentuh hati. Akhir yang benar-benar mengejutkan dan menarik....
Hmm... Tampaknya banyak sekali pesan yang terkandung dalam novel ini. Novel ini selain menyampaikan semangat eksistensi wanita dalam kehidupan, kehidupan sosio kultural masyarakat Tionghoa di Indonesia dari masa ke masa, pandangan keliru masyarakat terhadap etnis Tionghoa, juga otokritik terhadap etnis Tionghoa.... Benar-benar novel yang sarat makna...
Dan seperti yang dikatakan oleh Lan Fang di sampul belakang novel ini... "Aroma eksotika Cina menguar dari seluruh tubuh novel ini. It's really a novel about Chinese culture!"
3.10.08
Gelang Giok Naga
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar